Selamat datang

Selasa, 19 November 2024

IKAN LAUT DALAM

 IKAN DI LAUT DALAM

Ikan laut dalam adalah istilah kolektif untuk ikan yang hidup dalam kegelapan di bawah permukaan perairan yang disinari matahari, yaitu di bawah epipelagik atau zona fotik di lautan. Sejauh ini ikan lentera adalah ikan laut dalam yang paling banyak. Ikan laut lainnya termasuk Ikan lenteraikan senterhiu pemotong,ikan mulut sikatikan sungut gandaikan beludak dan beberapa spesies dari puital.

Hanya sekitar 2% spesies laut yang diketahui menghuni lingkungan pelagik, dibandingkan dengan organisme bentik yang hidup di dalam atau di atas dasar laut.[1] Organisme-organisme laut dalam umumnya menghuni zona batial (kedalaman 1000–4000m) dan zona abisal (kedalaman 4000-6000m). Namun, karakteristik organisme laut dalam, seperti bioluminesensi dapat juga ditemui di zona mesopelagik (kedalaman 100-2000m). Zona mesopelagik adalah zona disfotik, yang berarti cahaya di sana sangat minim tetapi tetap dapat diukur. Lapisan minim oksigen berada di kisaran kedalaman 700m dan 1000m tergantung pada lokasinya di lautan. Daerah ini juga merupakan tempat makanan yang paling melimpah. Zona batial dan abisal merupakan zona afotik, yang berarti tidak ada cahaya yang menembus daerah lautan ini. Zona-zona ini membentuk sekitar 75% dari ruang lautan yang dapat dihuni.[2]

Zona epipelagik (0-200m) merupakan area di mana cahaya menembus perairan dan fotosintesis terjadi. Zona ini juga dikenal sebagai zona fotik. Karena zona ini biasanya hanya sedalam beberapa ratus meter di bawah air, sehingga laut dalam sekitar 90% dari volume lautan, berada dalam kegelapan. Laut dalam juga merupakan lingkungan yang sangat tidak bersahabat, suhunya jarang melebihi 3 °C (37.4 °F) dan rendah mencapai −1.8 °C (28.76 °F) (pengecualian pada ekosistem ventilasi hidrotermal yang bisa melebihi 350 °C, atau 662 °F), tingkat oksigen yang rendah dan tekanan antara 20 dan 1,000 atmosfer (antara 2 dan 100 megapascal).[3

Lingkungan

[sunting | sunting sumber]

Di lautan dalam, perairan jauh memanjang di bawah zona epipelagik, dan menunjang bagi beragam jenis ikan pelagik yang beradaptasi untuk hidup di zona yang amat dalam ini.[4]

Pada perairan yang dalam, salju laut (marine snow) merupakan hujan terus menerus yang sebagian besar merupakan jatuhan detritus organik dari lapisan atas kolom air. Asal-usulnya terletak pada kegiatan-kegiatan di zona fotik yang produktif. Salju laut termasuk plankton yang mati atau sekarat, protista (diatom), kotoran, pasir, jelaga dan debu anorganik lainnya. "Kepingan salju" ini berkembang dari waktu ke waktu dan bisa mencapai diameter beberapa sentimeter, mengambang selama berminggu-minggu sebelum mencapai dasar samudra. Namun, sebagian besar komponen organik dari salju laut ini dikonsumsi oleh mikrobzooplankton dan hewan penyaring lainnya di kedalaman 1.000 meter pertama, yaitu dalam zona epipelagik. Oleh karena itu salju laut dapat dianggap sebagai dasar laut pada ekosistem mesopelagik dan bentik: Karena sinar matahari tidak dapat menjangkaunya, organisme-organisme laut dalam sangat bergantung pada salju laut sebagai sumber energi.

Beberapa kelompok pelagik laut dalam, seperti lanternfishridgeheadhatchetfish, dan famili lightfish kadang disebut pseudoceanic, karena ketimbang menyebar merata di perairan terbuka, mereka secara signifikan lebih melimpah di sekitar oasis struktural, terutama gunung laut dan di atas tepi benua. Fenomena ini juga karena begitu banyaknya spesies mangsa yang juga tertarik pada struktur-struktur tersebut.

Tekanan hidrostatik meningkat sebesar 1 atmosfer untuk setiap kedalaman 10m.[5] Organisme-organisme laut dalam memiliki tekanan yang sama di dalam tubuh mereka seperti tekanan di luar, sehingga mereka tidak hancur akibat tekanan yang ekstrim. Tekanan internal mereka yang tinggi, menghasilkan fluiditas yang berkurang dari membran-membran mereka karena molekul-molekulnya dihimpitkan bersama-sama. Kelenturan dalam membran-membran sel meningkatkan efisiensi fungsi biologis, yang paling penting adalah produksi protein, sehingga organisme-organisme tersebut beradaptasi dengan keadaan ini dengan meningkatkan proporsi asam lemak tak jenuh dalam lipid membran-membran selnya.[6] Selain perbedaan tekanan internal, organisme-organisme ini juga mengembangkan keseimbangan yang berbeda antara reaksi-reaksi metaboliknya dibanding organisme yang hidup di zona epipelagik. David Wharton, penulis buku Life at the Limits: Organisms in Extreme Environments, mencatat "Reaksi biokimia disertai dengan perubahan volume. Jika suatu reaksi menghasilkan peningkatan volume, maka akan dihambat oleh tekanan, sedangkan jika dikaitkan dengan penurunan volume, maka reaksi akan ditingkatkan".[7] Ini berarti bahwa proses metabolisme mereka pada akhirnya harus menurunkan volume organisme sampai taraf tertentu.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

IKAN LAUT DALAM

 IKAN DI LAUT DALAM Ikan laut dalam  adalah istilah kolektif untuk  ikan  yang hidup dalam kegelapan di bawah permukaan perairan yang disina...