Selamat datang

Selasa, 19 November 2024

IKAN LAUT DALAM

 IKAN DI LAUT DALAM

Ikan laut dalam adalah istilah kolektif untuk ikan yang hidup dalam kegelapan di bawah permukaan perairan yang disinari matahari, yaitu di bawah epipelagik atau zona fotik di lautan. Sejauh ini ikan lentera adalah ikan laut dalam yang paling banyak. Ikan laut lainnya termasuk Ikan lenteraikan senterhiu pemotong,ikan mulut sikatikan sungut gandaikan beludak dan beberapa spesies dari puital.

Hanya sekitar 2% spesies laut yang diketahui menghuni lingkungan pelagik, dibandingkan dengan organisme bentik yang hidup di dalam atau di atas dasar laut.[1] Organisme-organisme laut dalam umumnya menghuni zona batial (kedalaman 1000–4000m) dan zona abisal (kedalaman 4000-6000m). Namun, karakteristik organisme laut dalam, seperti bioluminesensi dapat juga ditemui di zona mesopelagik (kedalaman 100-2000m). Zona mesopelagik adalah zona disfotik, yang berarti cahaya di sana sangat minim tetapi tetap dapat diukur. Lapisan minim oksigen berada di kisaran kedalaman 700m dan 1000m tergantung pada lokasinya di lautan. Daerah ini juga merupakan tempat makanan yang paling melimpah. Zona batial dan abisal merupakan zona afotik, yang berarti tidak ada cahaya yang menembus daerah lautan ini. Zona-zona ini membentuk sekitar 75% dari ruang lautan yang dapat dihuni.[2]

Zona epipelagik (0-200m) merupakan area di mana cahaya menembus perairan dan fotosintesis terjadi. Zona ini juga dikenal sebagai zona fotik. Karena zona ini biasanya hanya sedalam beberapa ratus meter di bawah air, sehingga laut dalam sekitar 90% dari volume lautan, berada dalam kegelapan. Laut dalam juga merupakan lingkungan yang sangat tidak bersahabat, suhunya jarang melebihi 3 °C (37.4 °F) dan rendah mencapai −1.8 °C (28.76 °F) (pengecualian pada ekosistem ventilasi hidrotermal yang bisa melebihi 350 °C, atau 662 °F), tingkat oksigen yang rendah dan tekanan antara 20 dan 1,000 atmosfer (antara 2 dan 100 megapascal).[3

Lingkungan

[sunting | sunting sumber]

Di lautan dalam, perairan jauh memanjang di bawah zona epipelagik, dan menunjang bagi beragam jenis ikan pelagik yang beradaptasi untuk hidup di zona yang amat dalam ini.[4]

Pada perairan yang dalam, salju laut (marine snow) merupakan hujan terus menerus yang sebagian besar merupakan jatuhan detritus organik dari lapisan atas kolom air. Asal-usulnya terletak pada kegiatan-kegiatan di zona fotik yang produktif. Salju laut termasuk plankton yang mati atau sekarat, protista (diatom), kotoran, pasir, jelaga dan debu anorganik lainnya. "Kepingan salju" ini berkembang dari waktu ke waktu dan bisa mencapai diameter beberapa sentimeter, mengambang selama berminggu-minggu sebelum mencapai dasar samudra. Namun, sebagian besar komponen organik dari salju laut ini dikonsumsi oleh mikrobzooplankton dan hewan penyaring lainnya di kedalaman 1.000 meter pertama, yaitu dalam zona epipelagik. Oleh karena itu salju laut dapat dianggap sebagai dasar laut pada ekosistem mesopelagik dan bentik: Karena sinar matahari tidak dapat menjangkaunya, organisme-organisme laut dalam sangat bergantung pada salju laut sebagai sumber energi.

Beberapa kelompok pelagik laut dalam, seperti lanternfishridgeheadhatchetfish, dan famili lightfish kadang disebut pseudoceanic, karena ketimbang menyebar merata di perairan terbuka, mereka secara signifikan lebih melimpah di sekitar oasis struktural, terutama gunung laut dan di atas tepi benua. Fenomena ini juga karena begitu banyaknya spesies mangsa yang juga tertarik pada struktur-struktur tersebut.

Tekanan hidrostatik meningkat sebesar 1 atmosfer untuk setiap kedalaman 10m.[5] Organisme-organisme laut dalam memiliki tekanan yang sama di dalam tubuh mereka seperti tekanan di luar, sehingga mereka tidak hancur akibat tekanan yang ekstrim. Tekanan internal mereka yang tinggi, menghasilkan fluiditas yang berkurang dari membran-membran mereka karena molekul-molekulnya dihimpitkan bersama-sama. Kelenturan dalam membran-membran sel meningkatkan efisiensi fungsi biologis, yang paling penting adalah produksi protein, sehingga organisme-organisme tersebut beradaptasi dengan keadaan ini dengan meningkatkan proporsi asam lemak tak jenuh dalam lipid membran-membran selnya.[6] Selain perbedaan tekanan internal, organisme-organisme ini juga mengembangkan keseimbangan yang berbeda antara reaksi-reaksi metaboliknya dibanding organisme yang hidup di zona epipelagik. David Wharton, penulis buku Life at the Limits: Organisms in Extreme Environments, mencatat "Reaksi biokimia disertai dengan perubahan volume. Jika suatu reaksi menghasilkan peningkatan volume, maka akan dihambat oleh tekanan, sedangkan jika dikaitkan dengan penurunan volume, maka reaksi akan ditingkatkan".[7] Ini berarti bahwa proses metabolisme mereka pada akhirnya harus menurunkan volume organisme sampai taraf tertentu.




Hiu Paus

Hiu Paus, Raksasa Pengembara Samudera dan Ancaman Keberadaannya di Indonesia

Hiu paus (Rhincodon typus) merupakan spesies ikan terbesar di dunia. Panjang hiu paus dewasa bisa mencapai 18 meter, setara bus dengan kapasitas 60 penumpang. Hiu paus juga memiliki usia panjang. Ukuran besar dan usia panjang ini, di satu sisi menjadi nilai lebih.

Para peneliti bisa mengamati pergerakannya dalam jangka waktu panjang. Selain itu keberadaannya cukup mudah ditemui. Di satu sisi ukuran besar dan usia panjang ini menjadi kerentannya. Semakin panjang waktu hiu paus untuk terpapar sumber kerentanan.

“Secara siklus hidup panjang sehingga kerentanan tinggi,’’ kata Mahardika Rizqi Himawan, dosen perikanan dan kelautan Universitas Mataram (Unram), Nusa Tenggara Barat.

Dalam acara Bincang Alam bersama Akita Versalita dari Mongabay Indonesia pada Kamis (30/12/2021), Mahardika menjelaskan satu jam lebih tentang hiu paus. Mahardika yang meneliti hiu paus sejak S1 hingga S2 mengamati hius paus yang tersebar di berbagai perairan di Indonesia.

Hiu paus yang muncul di permukaan biasanya berukuran 3-7 meter. Embrio hius paus berukuran antara 55-64 cm. Hiu paus jantan dewasa berukuran 7,05 – 12,26 meter (jantan), sedangkan betina diatas 12 meter. Hiu paus jantan biasanya sering muncul di permukaan air laut.. Sangat jarang terpantau kemunculan hiu paus betina. Hal ini masih menjadi misteri para peneliti hiu paus. Keberadaan hiu pas betina belum diketahui dengan pasti ketika jantan muncul ke permukaan.

Mahardika menyebutkan hasil penelitiannya beberapa kali menemukan hiu paus yang terluka, akibat menabrak bagan dari kayu. Luka pada mulut dikarenakan, mulut hiu paus mengunyah jaring saat nelayan menjala ikan.

“Yang paling sering terkena propeller kapal nelayan dan kapal wisata,’’ katanya menunjukkan foto luka pada beberapa hiu paus.

Kehadiran wisatawan yang membawa dampak positif bagi ekonomi masyarakat lokal di satu sisi menjadi ancaman bagi hiu paus. Perahu nelayan yang hilir mudik yang penumpangnya ingin melihat dari dekat menjadi ancaman. Kasus hiu paus yang terluka akibat baling-baling perahu wisatawan sudah sering terjadi. Selain itu banyak wisatawan yang usil. Memegang hiu paus hingga menganggu.

“Tidak semua perilaku wisatawan bertanggungjawab,’’ katanya mengingatkan.

Status hiu pas saat ini dilindungi secara penuh. Pemerintah sudah membahas rencana aksi nasional perlindungan hiu paus. Beberapa pemda juga menyiapkan rencana aksi daerah.


SUMBER FOTO&ARTIKEL:https://www.mongabay.co.id/2022/01/11/

Sang Paus Pembunuh

Dijuluki Paus Pembunuh, Apakah Paus Orca Berbahaya dan Memakan Manusia? 

Nationalgeographic.co.id—Makhluk megah yang berenang di kedalaman lautan, paus orca, sering kali mendapat julukan paus pembunuh. Hal ini dipicu oleh penampilan dan perilakunya yang menakutkan.

Namun apakah benar mereka memiliki kecenderungan untuk menyerang atau memakan manusia?

Artikel ini akan membawa Anda melalui perjalanan penemuan, memisahkan fakta dari fiksi. Selain itu, artikel ini akan memberikan pandangan yang lebih mendalam tentang perilaku sebenarnya dari paus orca.

Sang Raja Laut yang Ikonik

Orca, yang juga dikenal sebagai paus pembunuh, adalah mamalia terbesar dalam keluarga lumba-lumba dan termasyhur sebagai predator yang sangat efektif. Dengan balutan warna hitam dan putih yang khas, orca menonjol di Mereka memiliki kecerdasan tinggi dan sifat sosial yang kuat, seperti dilansir dari National Geographic, ditandai dengan kemampuan menghasilkan suara komunikatif yang beragam. Setiap pod memiliki dialek khas yang memungkinkan anggotanya untuk mengenali satu sama lain dari jarak jauh.

Orca menggunakan ekolokasi—mengirimkan suara yang bergerak melalui air untuk menemukan dan mengidentifikasi objek berdasarkan gema yang kembali—sebagai alat komunikasi dan berburu yang canggih.

Orca, yang berkelana dari perairan kutub yang beku hingga garis khatulistiwa yang hangat, menduduki posisi tertinggi dalam rantai makanan. Dengan diet yang mencakup segalanya dari ikan kecil hingga mamalia laut yang besar, mereka memamerkan gigi sepanjang empat inci yang mematikan. Terkenal akan taktik berburu mereka yang cerdik, orca dapat menangkap anjing laut tepat dari permukaan es. Selain itu, mereka juga menikmati menu yang beragam termasuk cumi-cumi dan burung laut, menunjukkan adaptasi mereka yang luar biasa terhadap berbagai habitat dan sumber makanan.

Orca berburu dalam kelompok-kelompok yang terkoordinasi dengan baik, sering kali terdiri dari keluarga besar hingga 40 anggota. Ada pod yang menetap dan ada yang nomaden, masing-masing dengan preferensi mangsa dan strategi berburu yang berbeda.

Pod yang menetap umumnya memilih ikan sebagai mangsa utama, sementara pod nomaden lebih sering mengejar mamalia laut. Mereka semua berbagi taktik berburu yang sinergis dan efisien, sering dibandingkan dengan taktik berburu serigala.



SUMBER ARTIKEL:https://nationalgeographic.grid.id/read/

SUMBER FOTO:https://id.wikipedia.org/wiki/Seguni

paus belahan kutub

 Mengenal Paus Bertanduk , Si 'Unicorn' Lautan yang Misterius

Di perairan Arktika hidup spesies bertanduk atau dikenal dengan Narwhal. Hewan ini terbilang unik karena memiliki tanduk menyerupai hewan dongeng unicorn.

Menurut Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA), nama narwhal mengacu pada kulit abu-abu paus yang belang-belang, yang bagi pelaut mirip dengan orang yang tenggelam.

Narwhal adalah sumber penghidupan yang penting bagi orang Inuit, kelompok masyarakat adat yang terkait secara budaya di Greenland, Kanada, dan Alaska. Dalam bahasa Latin, narwhal adalah Monodon monoceros, atau "satu gigi, satu tanduk".

Kerabat terdekat narwhal yang masih hidup adalah paus beluga (Delphinapterus leucas). Baik narwhal dan beluga termasuk dalam kelompok

Odontoceti, atau paus bergigi. Odontoceti termasuk lumba-lumba, porpoise, paus paruh, dan paus sperma, berbeda dengan Mysticeti, yang terdiri dari paus balin yang mempunyai filter makanan seperti paus biru atau paus bungkuk.

Narwhal dan beluga adalah dua spesies hidup dalam keluarga Monodontidae. Kedua hewan ini lebih dekat satu sama lain daripada jenis paus lainnya. Kedua spesies menghabiskan seluruh hidup mereka di Samudra Arktika, memiliki ukuran dan perilaku yang serupa, dan pada kesempatan langka diketahui kawin silang.

Narwhal jantan dewasa panjangnya sekitar 4,6 meter dan beratnya sekitar 1.590 kilogram. Tanduk yang dimiliki Narwhal sebenarnya merupakan gigi panjang yang menonjol tumbuh hingga 3 meter. Menurut Polar Science Center dari University of Washington, beberapa jantan memiliki dua gading, biasanya satu lebih kecil dari yang lain.

Betina sering lebih kecil dari jantan, tumbuh menjadi panjang sekitar 4 meter dan berat sekitar 910 kg. Meskipun para ilmuwan umumnya menganggap gading sebagai karakteristik jantan, narwhal betina yang langka juga menumbuhkan satu gading (atau bahkan dua, menurut tesis doktoral 1984 oleh ahli biologi kelautan Universitas McGill, Keith Hay).

Kulit narwhal berbintik-bintik hitam, abu-abu, dan putih di punggung, dengan lebih banyak putih di perut. Paus dilahirkan sebagian besar berwarna abu-abu, dan seiring bertambahnya usia mereka mengembangkan bintik-bintik dan bercak. Narwhal tua mungkin tampak hampir seluruhnya putih, yang dapat membuat mereka sulit dibedakan dari paus beluga di kejauhan.



SUMBER ARTIKEL:https://nationalgeographic.grid.id/read/1

SUMBER FOTO:https://www.worldwildlife.org/stories/

Mamalia lautan

 Paus Mamalia Di Dasar Laut

Paus adalah salah satu jenis hewan terbesar di dunia yang menguasai wilayah lautan. Hewan ini kerap disebut sebagai ikan, padahal nyatanya bukan. Simak penjelasan di bawah ini.
Di seluruh lautan di dunia, paus tersebar dengan berbagai famili. Status paus merupakan hewan yang dilindungi karena populasinya yang terancam.

Namun sayangnya, saat ini populasi paus terus menurun sebagai akibat dari perburuan liar yang dilakukan manusia.

KENAPA TIDAK TERMASUK IKAN?

Menurut buku "Mamalia" karya Syerif Nurhakim Dede Abdurohman, paus tidak termasuk ke dalam golongan ikan karena tidak dapat bernafas dalam air
Ketika bernafas paus harus menuju ke permukaan untuk mengambil udara melalui lubang udara di atas kepala mereka. Diketahui paus tergolong ke dalam jenis mamalia terbesar yang hidup di lautan.

Menurut Jumanta dalam bukunya yang berjudul Buku Pintar Hewan, paus sebagai salah satu mamalia juga memiliki paru-paru, kelenjar susu, mempunyai rambut dan berdarah panas. Seperti hewan mamalia lainnya paus juga akan melahirkan dan menyusui anaknya.

Hewan ini merupakan hewan pemakan daging (karnivora) tetapi juga dapat memakan tumbuhan (herbivora).

Diketahui bahwa paus dapat memakan beberapa ton ikan kecil setiap harinya. Selain itu paus juga memiliki cadangan lemak di tubuhnya setebal lebih dari 30 cm.

Paus Terbesar di Dunia
Ukuran dari ikan paus bervariasi bergantung kepada spesiesnya. Spesies terbesar paus yaitu paus biru memiliki ukuran sekitar 30 meter dengan bobot 180 ton.

Sedangkan spesies kerdil yaitu paus sperma yang panjangnya sekitar 3,5 meter. Paus memiliki berbagai jenis sirip yaitu sirip samping, sirip punggung dan sirip ekor.

Mengutip dari IFL Science, paus terbesar yang diketahui hingga saat ini merupakan paus biru yang juga dilabeli sebagai hewan terbesar di Bumi. Mereka dapat tumbuh mencapai panjang 33 meter dan memiliki berat tiga kali lipat dari paus terbesar kedua.

Ukuran paus biru yang begitu besar dikhawatirkan dapat meningkatkan resiko kanker. Namun penelitian menemukan empat gen yang berperan penting yang tidak hanya meningkatkan ukuran tubuh paus tetapi juga melindungi dari risiko terkena kanker.

Ternyata risiko kanker yang dimiliki oleh paus tidak hanya berasal dari ukurannya saja tetapi juga berasal dari masa hidupnya yang lama. Peneliti kemudian menemukan dua gen yang menjadi penjelas mengapa paus tidak terkena kanker.

Gen GHSR dan IGFBP 7 merupakan kedua gen yang menekan risiko kanker pada paus. GHSR diketahui akan memengaruhi siklus sel dan IGFBP 7 dikenal dapat menekan beberapa jenis kanker. Hal ini menyebabkan paus dapat tumbuh tanpa terancam terkena penyakit kanker.


SUMBER FOTO:

RRI.co.id 

https://www.kompas.com/cekfakta/read/

SUMBER ARTIKEL:Detik.com/edu/detikpedia/






Predator laut hiu

 Hiu: Penjaga Keseimbangan Laut Dunia

Hiu juga dikenal sebagai predator puncak (apex predator) di laut yang berfungsi menjaga keseimbangan ekosistem laut

Hiu merupakan salah satu satwa tertua di bumi ini yang sudah menjelajahi lautan sejak 450 juta tahun yang lalu dan berhasil melewati lima fenomena kepunahan massal (Signorelli, 2020). Hiu juga dikenal sebagai predator puncak (apex predator) di laut yang berfungsi menjaga keseimbangan ekosistem laut. Sebagai predator puncak, hiu berperan untuk melakukan kontrol populasi dalam rantai makanan demi menjaga keseimbangan populasi satwa lainnya pada suatu ekosistem. Hiu memiliki kecenderungan untuk mengonsumsi ikan yang sakit, tua, dan lemah. Hal ini juga turut mengurangi risiko penyebaran penyakit di dalam suatu ekosistem di laut.  

 

Hilangnya hiu dari rantai makanan akan menyebabkan gangguan keseimbangan ekosistem laut, dimana ikan berukuran sedang yang merupakan makanan hiu akan bereproduksi terus-menerus sehingga populasinya meningkat menyebabkan krisis populasi ikan yang ada di bawah rantai makanannya. Gangguan keseimbangan ekosistem akibat hilangnya populasi hiu tidak hanya berdampak bagi lingkungan, namun juga kesejahteraan nelayan ikan kecil dan udang yang semakin sulit mendapatkan hasil tangkapan. 

 

Mengingat pentingnya keberadaan hiu di lautan, perlu diketahui berbagai faktor yang menjadi ancaman bagi populasi hiu agar dapat ditentukan beberapa strategi yang dapat dilakukan sebagai upaya pelestarian dan pengelolaan hiu. Menurut Kerry Shor, terdapat tiga ancaman utama bagi hiu, yaitu : 

 

Penangkapan Berlebih (Overfishing) 

Penangkapan berlebih sudah tidak asing lagi dalam dunia perikanan. Penangkapan berlebih merupakan bentuk pemanfaatan (eksploitasi) sumber daya yang masif tanpa memperhatikan dampaknya bagi kelestarian lingkungan dan ketersediaan stok sumber daya di alam. Pada era 1970-an, populasi hiu dan pari di laut mengalami penurunan sebesar 71% akibat lonjakan perkembangan industri perikanan tangkap. Hal ini sendiri telah menyebabkan resiko kepunahan terhadap 75% spesies hiu dan pari (Pacoureau et al., 2021). Sementara itu pada masa kini, sekitar 100 juta ekor hiu ditangkap setiap tahunnya (Worm et al., 2013). Jumlah ini begitu mengkhawatirkan mengingat hiu membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai kedewasaan dan memiliki tingkat reproduksi yang rendah. 

 

Tingkat Konsumsi yang Tinggi 

Permintaan pasar yang tinggi akan produk hiu untuk dikonsumsi menjadikan tingkat penangkapan dan perdagangan hiu masih sulit dikelola. Setiap tahunnya, diperkirakan 73 juta ekor hiu ditangkap hanya untuk dimanfaatkan siripnya, khususnya sebagai komponen utama dalam hidangan sup sirip hiu. Padahal, shark – finning merupakan praktik yang keji dimana hiu ditangkap dan diambil siripnya dalam keadaan masih hidup, kemudian dibuang kembali ke laut. Tanpa sirip hiu tidak dapat bergerak dan berenang, bahkan beberapa jenis hiu haru berenang terus-menerus agar dapat tetap bernapas dengan baik. Oleh karena itu, hiu yang menjadi korban dari shark – finning umumnya akan tenggelam dan mati di dasar laut. 

 

Hilangnya Habitat 

Ekosistem terumbu karang dan perariran dangkal merupakan habitat bagi kebanyakan hiu karena ketersediaan makanan dan tempat untuk berlindung. Namun seiring waktu, habitat bagi hiu juga turut mengalami degradasi akibat berbagai macam hal. Kenaikan suhu air laut akibat perubahan iklim menjadi salah satu penyebab utama hilangnya habitat bagi hiu. Selain itu, gangguan dari manusia dan ancaman limbah serta sampah plastik juga turut menyebabkan habitat hiu tidak lagi aman dan nyaman bagi mereka dan satwa laut lainnya.  

 

Melihat berbagai ancaman terhadap hiu tersebut, sudah menjadi tugas kita bersama untuk mencegah hilangnya populasi hiu di lautan. Selain karena peran pentingnya dalam menjaga kestabilan ekosistem, keragaman jenis hiu di laut juga merupakan aset yang sangat berharga di dunia ilmu pengetahuan. Untuk mewujudkan pengelolaan hiu yang lestari dan berkelanjutan, dibutuhkan partisipasi aktif dari berbagai pihak; mulai dari pemerintah, akademisi, lembaga konservasi, nelayan, hingga seluruh lapisan masyarakat.  

 

Yayasan WWF Indonesia sendiri telah bekerja sama dengan pemerintah dan berbagai mitra dalam pelaksanaan berbagai upaya pengelolaan dan pelestarian hiu. Salah satu yang terbaru adalah pengembangan inovasi pada perikanan tangkap yang ramah bagi hiu dengan menggunakan perangkat Electro Shield System (EES). Teknologi ini diharapkan dapat mengurangi tangkapan sampingan (bycatch) berupa hiu. Selain itu, Yayasan WWF Indonesia juga kerap menggalakkan kampanye #SOSharks (Save Our Sharks) yang turut menggandeng berbagai komunitas dan kalangan masyarakat publik untuk menghindari konsumsi produk hiu.  

 

Sebagai masyarakat yang sadar akan pentingnya hiu bagi lingkungan, sudah selayaknya kita berkontribusi dalam upaya perlindungan dan pelestarian hiu; misalnya dengan tidak mengonsumsi hidangan berbahan dasar hiu, tidak membeli souvenir yang dibuat dari produk hiu, mendukung praktik perikanan yang ramah lingkungan, hingga menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan pesisir yang menjadi habitat bagi hiu yang menghuni laut kita. 


SUMBER:sosharks.wwf.id

Jumat, 08 November 2024

kepunuhan hewan purba

 5 Hewan Purba yang Alami Kepunahan, Tak Hanya Dinosaurus Lho

Hewan purba merupakan binatang yang hidup pada zaman dahulu, tepatnya sebelum manusia modern ada di bumi. Tidak hanya dinosaurus, banyak hewan purba yang mengalami kepunahan karena kondisi bumi yang kian berubah dari waktu ke waktu.
Kepunahan menjadi salah satu proses dari siklus kehidupan dan disebut sebagai seleksi alam. Ahli memperkirakan setidaknya sekitar 4 miliar spesies telah berevolusi di planet bumi. Sementara itu, dari jumlah perkiraan total makhluk yang pernah hidup, sebagian besar telah punah.

Lantas, selain dinosaurus, hewan apa saja yang mengalami kepunahan? Melansir dari World Atlas, berikut pembahasannya.

1. Berang-berang Raksasa
Berang-berang raksasa atau Castoroides merupakan salah satu hewan purba yang telah punah. Binatang yang berukuran 2 meter ini memiliki tubuh dua kali lebih besar ketimbang spesiesnya yang sekarang masih ada.

Castoroides mempunyai gigi depan yang besar serta rahang yang kuat. Keduanya berfungsi untuk menggerogoti pohon dan cabang. Cakarnya yang besar berguna untuk menggali tanah hingga membentuk liang.

2. Gajah Kerdil
Jika gajah identik dengan tubuhnya yang besar, lain halnya dengan spesies yang satu ini. Gajah kerdil namanya, hewan itu ditemukan di pulau kecil Tilos, Yunani.

Kemunculan gajah kerdil memberikan contoh adanya fenomena dwarfisme, di mana suatu spesies menyusut dari waktu ke waktu untuk bertahan hidup. Semakin kecil ukuran, memungkinkan hewan tersebut untuk menghemat lebih banyak energi dan menyesuaikan dengan sumber daya yang langka.

Sebagai spesies gajah terakhir yang hidup di Eropa, gajah kerdil punah 4.000 tahun yang lalu. Mereka hidup di zaman Holosen

3. Mammoth Berbulu
Hewan mammoth merupakan mamalia yang hidup selama era Pleistosen. Mammoth berbulu terkenal karena gadingnya yang besar dan bulunya yang lebat.

Bulu mammoth memiliki dua lapisan, sehingga memungkinkan mereka untuk beradaptasi dan menjaganya dari suhu dingin di akhir zaman es Pleistosen.

4. Serigala Purba
Serigala purba berbeda dengan serigala pada umumnya. Hewan ini hidup selama periode Pleistosen akhir dan awal Holosen. Tubuhnya cenderung lebih besar dibandingkan dengan spesies yang hidup pada era modern.

Peneliti memperkirakan hewan ini telah punah lebih dari 10.000 tahun yang lalu dan mati pada akhir zaman es bersama dengan mammoth berbulu dan kucing bergigi pedang.

5. Kucing Bergigi Pedang
Hewan purba lainnya yang mengalami kepunahan adalah kucing bergigi pedang. Binatang ini menjadi predator yang hidup di berbagai benua, termasuk Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Eropa, dan Afrika.

Kucing bergigi pedang disebut sebagai predator puncak yang berarti mereka tidak perlu takut pada apapun dan dapat hidup dimanapun. Itulah mengapa mereka terdapat di banyak benua.

Fosil dari kucing bergigi pedang berasal dari 56 juta tahun lalu, selama era Eosen pertengahan hingga akhir. Ciri khas mereka adalah gigi taring yang panjang dan tajam serta menonjol hingga ke rahang bawah mereka.

SUMBER: https://apps.detik.com/detik/

Kamis, 07 November 2024

Animal in oceans

 

6 Hewan yang Hidup di Laut dan Dikenal Sebagai Hewan Tertua


Ada beberapa hewan yang hidup di laut dan dikenal sebagai hewan laut tertua yang hidup hingga saat ini. Kemampuannya terdiri dari kemampuan melindungi diri, beradaptasi dengan suhu air yang ekstrem, dan menggunakan gelombang suara untuk berkomunikasi.
Dikutip dari buku Dunia Bawah Laut, Sirazat (2019), melalui evolusi yang panjang, hewan-hewan ini tidak hanya bertahan hidup tetapi juga memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut global. Berikut beberapa di antaranya

1. Ubur-ubur Abadi (Turritopsis dohrnii)

  • Kemampuan Unik: Dapat meremajakan diri, menjadikannya hampir tidak bisa mati karena proses biologis alami.
  • Penemuan: Pertama kali ditemukan di Laut Mediterania
  • 2. Kerang Quahog (Arctica islandica)

    • Umur Panjang: Dapat hidup hingga ratusan tahun. Salah satu spesimen berumur lebih dari 500 tahun ditemukan di Islandia.
    • Habitat: Hidup di perairan dingin dan dalam di Atlantik Utara.

      3. Hiu Greenland (Somniosus microcephalus)

      • Umur: Diperkirakan dapat hidup hingga lebih dari 400 tahun.
      • Habitat: Ditemukan di perairan dingin Atlantik Utara dan Arktik.

        4. Spons Laut (Anoxycalyx joubini)

        • Umur: Beberapa spesimen diketahui berumur lebih dari 10.000 tahun.
        • Habitat: Ditemukan di perairan dingin Antarktika.

          5. Tiram Laut (Ostrea edulis)

          • Umur: Dapat hidup lebih dari 100 tahun.
          • Habitat: Biasanya ditemukan di perairan pesisir Eropa.
          • SUMBER:https://kumparan.com/
InformaSUsi penting disajikan secara kronologis
Lihat Breaking News

IKAN LAUT DALAM

 IKAN DI LAUT DALAM Ikan laut dalam  adalah istilah kolektif untuk  ikan  yang hidup dalam kegelapan di bawah permukaan perairan yang disina...